Monday, May 10, 2010

IKLAS TANPA IDENTITAS


IKHLAS TANPA IDENTITAS
Oleh : H.M. Alfandi, M.Ag.

Para Pembaca Yang Budiman
Bicara tentang keikhlasan, saya teringat dengan peristiwa Gempa Bumi yang terjadi beberapa tahun yang lalu di Klaten dan Yogyakarta. Entah karena apa, yang jelas semenjak terjadinya gempa, banyak orang-orang yang berdatangan ke lokasi bencana, baik secara individu maupun kelompok, dari kalangan pejabat, politikus, pengusaha, artis, sampai rakyat jelata, serta dengan atribut dan identitasnya masing-masing, yang mungkin niatnya juga berbeda-beda.
Tidak sedikit diantara mereka yang benar-benar dengan tulus ikhlas berniat untuk membantu korban, baik dengan tenaga, pikiran dan hartanya. Mereka menyisihkan waktunya dan datang dari tempat yang jauh hanya untuk menjadi relawan di tengah-tengah perihnya derita kawan dan saudaranya yang menjadi korban bencana, tanpa ada pamrih apapun kecuali keikhlasan untuk membantu.
Tetapi mungkin juga ada diantara mereka yang datang ke lokasi bencana untuk sekedar “numpang popularitas” identitas diri dan kelompoknya. Karena bagaimanapun pada kejadian-kejadian seperti ini banyak media berkumpul, meliput dan menyiarkan seluruh aktifitas dalam penanganan korban bencana. Sehingga secara tidak langsung mereka telah “mempromosikan” identitasnya, karena kedatangannya diliput dan beritanya disiarkan. Na’udzubillahi min dzalik.
Dalam hal keikhlasan sebenarnya Rasulullah Muhammad Saw telah mengingatkan kepada kita dalam sebuah haditsnya, yaitu “salah satu dari tujuh kelompok yang nanti akan memperoleh perlindungan Allah di hari kiamat (hari akhir) adalah orang-orang yang mau mendermakan harta (bershodaqoh) dengan disembunyikan (tidak dipublikasikan). Seolah-olah tangan kanan bershodaqoh, tetapi tangan kirinya tidak mengetahuinya.” Jadi ketika membantu dan memberi kepada orang lain sebenarnya tidak dibutuhkan lagi publikasi identitas diri dan kelompoknya, kalau diri dan kelompoknya benar-benar menginginkan keikhlasan tanpa pamrih dalam memberi bantuan.
Namun yang kadang pemberi bantuan memang harus menunjukkan identitas diri dan kelompoknya, apabila bantuannya itu disalurkan melalui atau kepada lembaga-lembaga yang membutuhkan akuntabilitas dan tranparansi kepada publik. Tidak ada jalan lain kecuali pemberi bantuan memberikan identitasnya, walaupun masih bisa juga untuk disamarkan. Yang menjadi persoalan lain adalah kadang pemberi bantuan masih ragu apakah lembaga-lembaga yang dititipi amanah itu benar-benar akan menyalurkan bantuannya atau tidak. Jika yang dititipi amanah itu benar-benar dapat dipercaya untuk menyalurkan bantuannya, maka sebenarnya juga tidak perlu untuk menonjolkan identitas diri dan kelompoknya.
Contoh dan suri tauladan yang baik memang harus kita perlihatkan kepada orang lain, agar orang lain mau melakukan hal yang sama. Akan tetapi yang sering terjadi pada manusia adalah justru sering ingin memperlihatkan kebaikannya kepada orang lain, dengan tujuan agar orang lain memberikan pujian kepadanya. Untuk meraih derajat mukhlis (orang yang ikhlas) memang tidak mudah,-sebagaimana syaratnya Pak Haji kepada calon menantunya Fandy yang kita lihat di sinetron Kiamat Sudah Dekat-, namun dengan membiasakan diri untuk menyembunyikan diri dan tidak mencari pamrih dalam setiap derma kita, derajat mukhlis tentu akan bisa kita raih, insya Allah. Wallahu a’lam bish-shawab.

No comments:

Post a Comment